TUJUH PERINTAH DAN LARANGAN DARI RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ الْجَنَازَةِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ أَوْ الْمُقْسِمِ وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ وَنَهَانَا عَنْ خَوَاتِيمَ أَوْ عَنْ تَخَتُّمٍ بِالذَّهَبِ وَعَنْ شُرْبٍ بِالْفِضَّةِ وَعَنْ الْمَيَاثِرِ وَعَنْ الْقَسِّيِّ وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالدِّيبَاجِ
Dari Bara’ bin ‘Azib berkata: Rasulullah memerintahkan kami melakukan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara juga. Beliau memerintahkan kami untuk menjenguk orang yang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang yang bersin, menunaikan sumpah, menolong orang yang terzhalimi, memenuhi undangan dan menebarkan salam.
Dan Nabi melarang kami dari memakai cincin yang terbuat dari emas, minum dengan bejana perak, memakai mitsarah (alas duduk yang terbuat dari sutra), qassiyy (salah satu jenis pakaian sutra dari daerah Qass(, memakai sutra, melarang kami dari istabraq (pakaian sutra yang tebal), dan dîbâj (pakaian terbuat dari sutra terbaik)
Al-Bukhari dan Muslim. [1]
Makna Beberapa Kata
Mengenai tasymîtul `âthis (تشميت العاطس), Ibnu Faris dalam Maqâyîs al-Lughah berkata, “Kata yang berasal dari huruf: syîn, mîm dan tâ’ ini merupakan kata dasar yang shahih. Namun ada sebagian maknanya yang tidak jelas dan susah untuk dipahami. yang terdapat kemusykilan dan ketidakterangan yang menyimpang dari hal ini. Makna asal dari kata ini adalah musuh bergembira atas musibah yang menimpa orang yang ia musuhi. Yang terdapat kemusykilan dan ketidakterangan adalah ungkapan mereka: tasymîtul ‘âthis; yakni ketika diucapkan kepada orang yang bersin: yarhamukallâh (semoga Allâh merahmatimu) di mana ini disebut dengan tasymît. Al-Khalil berkata: tasymîtul ‘âthis adalah doa untuk orang yang bersin. Setiap orang yang mendoakan kebaikan untuk saudaranya disebut dengan ungkapan musyammit lahu. Inilah batasan maksimal mengenai makna kata ini yang sampai kepada kami. Menurutku ini termasuk hal yang tersembunyi ilmunya. Mungkin saja dulu ini hal yang telah diketahui maknanya, namun kemudian tidak diketahui dikarenakan lenyapnya para ulama bahasa. Sampai di sini penukilan dari Ibnu Faris. Tsa’lab berkata: maknanya adalah semoga Allâh menjauhkanmu dari bergembiranya musuh atas musibah yang menimpamu.
Mayâtsir bentuk jamak dari mîtsarah. Artinya pelana atau alas duduk terbuat dari sutra dan dîbâj (sejenis kain pintalannya dari sutra). Disebut Mayâtsir karena keempukannya.
Al-Qassiyy maknanya kain dari sutera. Ini sebutan untuk pakaian yang dinisbatkan ke sebuah desa di Mesir, yaitu desa Qass. Sebagian ahli hadits mengkasrahkan huruf qâf dan tidak mentasydidkan huruf sîn. Al-Khattabi berkata bahwa apa yang diungkapkan sebagian ahli hadits tersebut keliru, karena kata qisiy adalah jamak dari qaus (busur panah). Padahal kata al-qassiyyu maknanya adalah pakaian yang terbuat dari campuran sutera (atau sutera murni), yang didatangkan dari Mesir dan Syam.
Istabraq adalah pakaian sutra yang tebal, kalimat ini aslinya dari bahasa Persia.
Makna Hadits Secara Global
Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak, oleh karena itu, Beliau selalu menganjurkan setiap akhlak dan perbuatan yang mulia, serta melarang dari semua keburukan. Dalam hadits ini terdapat beberapa hal yang Beliau perintahkan:
Pertama, menjenguk orang sakit.
Ini diperintahkan karena di dalamnya terdapat penunaian hak seorang Muslim dan untuk menghibur orang yang sakit serta untuk mendoakannya. Menjenguk orang sakit di sini tidak dibatasi dengan jenis penyakit tertentu sehingga mencakup sakit keras atau ringan.
Kedua, Beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk mengiringi jenazah. karena di dalamnya terdapat pahala bagi orang yang melakukannya, doa bagi jenazah, mengucapkan salam kepada orang-orang yang telah dikuburkan, dan juga terdapat nasehat dan pelajaran bagi yang masih hidup.
Ketiga, Beliau juga memerintahkan untuk mendoakan orang yang bersin dengan mengucapkan: yarhamukallâh apabila dia mengucapkan alhamdulillah dan apabila tidak mengucapkannya maka tidak disyariatkan mendoakannya (at-Tasymît). Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Mâlik, beliau berkata:
عَطَسَ رَجُلاَنِ عِنْدَ النَّبِيِّ فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا وَلَمْ يُشَمِّتِ الآخَرَ، فَقِيلَ لَهُ، فَقَالَ: «هَذَا حَمِدَ اللَّهَ، وَهَذَا لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ»
Dua orang bersin didekat Nabi lalu beliau mendoakan salah satunya dan tidak mendoakan yang lainnya. ada yang bertanya dan beliau menjawab: Ini mengucapkan al-hamdulillah dan yang itu tidak mengucapkan al-hamdulillah. (HR al-Bukhâri no. 6221).
Orang yang bersin diminta memuji Allâh karena bersin adalah nikmat, seperti dijelaskan Ibnul Qayyim dalam pernyataan beliau: Orang yang bersin dengan bersinnya mendapatkan nikmat dan manfaat disebabkan keluarnya udara yang menekan di otaknya. udara tersebut bila tetap ada di dalam otak akan menimbulkan banyak penyakit berbahaya. Ketika itulah disyariatkan mengucapkan al-hamdulillah atas nikmat ini. [2]
Pantaslah bila Nabi bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
“Sesungguhnya Allâh menyukai bersin dan membenci menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji Allâh, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya (mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya.” (HR. Bukhari no. 6223 dan Muslim no. 2994)
Ibnu Hajar menyampaikan keterangan tentang hadits ini dengan menyatakan, “Al-Khathâbi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan. Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas. [3]
Keempat, Beliau memerintahkan untuk menunaikan sumpah orang yang bersumpah, ketika ia menyeru untuk melakukan sesuatu selama tidak ada madharat di dalamnya. Dengan menunaikan sumpah orang yang bersumpah, maka kita telah membantunya sehingga dia tidak perlu membayar kaffarah sumpah. Juga agar kita bisa memenuhi seruannya dan menghilangkan gundah hatinya, sehingga terwujud jalinan kedekatan hati dengannya.
Yang kelima, menolong orang yang dizhalimi, beliau memerintahkannya karena di dalamnya terdapat penolakan terhadap kezaliman, menghalau orang yang berbuat sewenang-wenang, amar ma’ruf nahi mungkar dan mencegah pelaku dari melakukan kezaliman.
Keenam, Beliau memerintahkan untuk menjawab undangan, karena bisa menjadi sebab terjalinnya hubungan yang baik dan bisa mensucikan hati dari kebencian. Sedangkan keenggenan hati dalam menjawab undangan akan mengakibatkan timbulnya kebencian di hati. Apabila undangannya untuk pernikahan maka hukumnya wajib, dan bila untuk selainnya maka hukumnya mustahab.
Ketujuh, beliau memerintahkan untuk menyebarkan salam. Salam harus ditampakkan kepada setiap orang, dan ini merupakan penerapan sunnah. Salam merupakan doa seorang muslim kepada muslim yang lainnya. Salam merupakan sebab datangnya rasa saling mencintai. Telah disebutkan dalam sebuah hadits:
أوَلاَ أدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
“Maukah kalian akau tunjukkan pada sesuatu yang bila kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di atara kalian”[4].
Adapun perkara yang dilarang dalam hadist ini:
Pertama: memakai cincin dari emas bagi laki-laki, dikarenakan padanya terdapat unsur feminism, dan menafikan ciri khas laki-laki yaitu kuat dan sangar.
Kedua: larangan minum dengan bejana yang terbuat dari perak, disebabkan oleh adanya unsur berlebih-lebihan dan kesombongan. Jika minum yang merupakan kebutuhan dilarang menggunakan bejana dari perak, maka penggunaan yang lainnya lebih utama untuk dilarang atau diharamkan.
Kemudian larangan dari menggunakan semua jenis sutra, atau yang terbuat dari sutra bagi laki-laki, itu semua dikarenakan adanya unsur feminmisme dan bermegah-megahan yang nota benenya merupakan sebab dari kemalasan dan bersantai-santai. Padahal laki-laki dituntut untuk aktif, kuat, dan energik, agar dia selalu mampu melakukan kewajiban mempertahankan agama, kehormatan, dan tanah airnya.
BEBERAPA FAIDAH YANG BISA DIAMBIL DARI HADIST
[1] Riwayat al-Bukhâri dengan nomer: 1239, 2445, 5175, 5635, 5650, dan diriwayatkan oleh muslim no.2066
[2] Zâd al-Ma’âd 2/400
[3] Fathul Bâri, 10/607
[4] Riwayat Imam Muslim no. 54, At-Tirmidzi no.2688, Abu Daud no.5193, dan Ibnu Majah no. 68
Beri Komentar