BERPAHALA DENGAN NIAT Oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Lc
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ فَقَالَ إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلاَّ كَانُوا مَعَكُمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ وَفِيْ رِوَايَةٍ إِلاَّ شَرِكُوكُمْ فِي الأَجْرِ رَوَاهُ مُسْلِم
وَرَوَاه الْبُخَارِيْ عَنْ أَنَسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَجَعْنَا مِنْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ أَقْوَامًا خَلْفَنَا بِالْمَدِينَةِ مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلاَ وَادِيًا إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا فِيْهِ حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ
Dari Abu Abdillah Jabir beliau berkata: kami bersama Nabi dalam satu peperangan, lalu beliau berkata: Sesungguhnya beberapa orang di Madinah tidaklah kalian berjalan di satu jalanan dan tidak pula kalian melewati satu wadi kecuali mereka bersama kalian, mereka ditahan oleh sakit. Dan dalam riwayat lain: kecuali mereka berserikat dengan kalian dalam pahala.(HR Muslim)
Dan Imam al-Bukhâri meriwayatkan dari Anas beliau berkata: kami pulang dari perang Tabuk bersama Nabi lalu beliau bersabda: sesunggunya beberapa orang yang tertinggal di Madinah tidaklah kita melewati satu jalanan dan tidak pula wadi kecuali mereka bersama kita, mereka tertahan oleh udzur.
Takhrij Hadits
Hadits yang pertama diriwayatkan imam Muslim dalam shahihnya no. 1911 dan hadits kedua diriwayatkan imam al-Bukhâri dalam shahihnya no. 2838, 2839 dan 4423.
Biografi Sahabat Perawi Hadits
Ada dua sahabat yang membawakan hadits ini:
Jâbir bin Abdillâh
Nama beliau adalah Jâbir bin Abdullâh bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab al-Khadraji dilahirkan 16 tahun sebelum hijrah. Ibunya bernama Nasibah binti Uqbah bin Uddi.
Sahabat ini dikenal dengan julukan Abu Abdillâh Al-Anshâri, ahli fiqih dan mufti Madinah pada saat itu. Beliau memiliki kunyah Abu Abdillâh dan ada yang mengatakan Abu Abdirrâhman dan ada yang mengatakan Abu Muhammad. Beliau adalah sahabat yang akhir wafat di Madinah di samping itu beliau juga banyak meriwayatkan hadits dari Rasulûllâh dan para sahabatnya, diantaranya : Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Ubaidah, Thalhah, Khâlid bin Walîd, Abu Hurairah, Abi Sa’id dan ummu Syarîk. Sementara perawi yang meriwayatkan hadist dari beliau sangat banyak, diantaranya putra-putra beliau, Abdurrâhman dan Muhammad. Juga Sa’id bin al-Musayyab, Mahmûd bin Lubaid, Abu Zubair, Amru bin Dinar, Abu Ja’far Al-Bakir, Muhammad bin Al-Munkadir, Wahab Bin Kisân, Sa’id bin Mina’, Hasan al-Bashri, Sa’id bin Abi Hilal, Sulaimân bin Atîq, Âshim bin Amru, asy-Sya’bi, Urwah bin Zubair, dan Atho’ bin Abi Robâh.
Jâbir bin Abdullâh meriwayatkan 1.540 hadist, Ayahnya bernama Abdullâh bin Haram Al-Anshari as-Sulami. Ia bersama ayahnya dan seorang pamannya mengikuti Bai’at al-‘Aqabah kedua di antara 70 sahabat Anshâr yang berikrar akan membantu menguatkan dan menyiarkan agama Islam, Jabir juga mendapat kesempatan ikut dalam peperangan yang dilakukan oleh Nabi, kecuali perang Badar dan Perang Uhud, karena dilarang oleh ayahnya. Setelah Ayahnya terbunuh, aku selalu ikut berperang bersama Rasûlullâh.
Beliau wafat di Madinah pada tahun 74 H. Abbâs bin Utsmân penguasa madinah pada waktu itu ikut menshalatkannya.
Anas bin Mâalik
Beliau adalah Anas bin Mâlik bin an-Nadhar Abu Hamzah al-Anshâri, al-Khazraji pelayan Rasûlullâh. Ketika Nabi datang ke kota madinah ,Ummu Sulaim bintu Malhan ibu Anas datang membawa Anas yang masih berusia 10 tahun, lalu ibunya berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ خَادِمُكَ أَنَسٌ ادْعُ اللَّهَ لَهُ قَالَ اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ
Wahai Rasûlullâh! Inilah pembantumu Anas, mohonkanlah doa untuknya. Lalu Rasûlullâh berdoa: Ya Allâh perbanyaklah harta dan anaknya serta berkahilah semua yang Engkau karuniakan kepadanya. (Muttafaqun ‘alaihi).
Sedang al-Mizzi dalam Tahdzîb al-Kamâl 3/364 menyampaikan riwayat dari Anas bin Mâlik yang berbunyi: Ummu Sulaim membawaku kepada Nabi pada waktu aku kecil, lalu berkata: Wahai Rasûlullâh, doakanlah dia! Maka Nabi berdoa: Ya Allâh perbanyaklah harta dan anak-anaknya dan masukkanlah ia ke dalam syurga. Anas berkata: Aku telah mendapatkan keduanya dan aku berharap mendapat yang ketiga.
Anas berkata : Demi Allâh sungguh hartaku banyak dan anakku dan cucuku sudah melampaui seratus sekarangini. (HR Muslim).
Ada yang menyampaikan: Sungguh telah dikuburkan anak turunanku selain cucu-cucuku sebanyak seratus dua puluh lima orang dan kebunku berbuah dua kali lipat dalamsetahun.
Anas terus melayaniNabi hingga Nabi meninggal dunia dan setelah itu beliau menetap di Madinah lalu pindah ke Bashroh dan menetapserta meninggal di sana pada tahun 90 H.[1]
Syarah Kosa Kata.
( فِي غَزَاةٍ) : Dalam satu peperangan dan dijelaskan dalam riwayat al-Bukhâri dengan perang Tabûk. Tabûk adalah kota yang berada antara Wâdi al-Qura’ dan negeri Syam berjarak dari Madinah 778 Km.
(وَادِيًا ) adalah tempat mengalirnya air dan dinamakan lembah antara dua gunung atau bukit sebagai wâdi karena tempat mengalirnya air. [2]
(شِعْبًا) :Jalanan di pegunungan dan perbukitan.
(حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ) : terhalangi berangkat berjihad karena sakit. Bukanlah maksudnya pahala tersebut tidak ada kecuali bila terhalangi oleh sakit saja tapi mencakup semua udzur syar’i lainnya, seperti dijelaskan dalam riwayat imam al-Bukhâri dengan lafazh : (حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ).
Syarah umum
Rasûlullâh dalam hadits yang mulia ini menegaskan keikhlasan orang-orang yang terhalang oleh udzur dan mensifati mereka dengan kata (لَرِجَالاً) dengan mendahulukan kata Madinah sebelum itu. Hal ini menunjukkan urgensi kota Madinah dan seakan-akan orang-orang yang sakit tersebut dengan keikhlasan niat karena Allâh mampu melindungi kota Madinah dari semua serangan. Dalam satu waktu hati dan tekad mereka bergerak bersama para mujahidin dengan do’a dan harapan serta penjagaan terhadap semua yang mereka tinggalkan di madinah. Kebersamaan maknawiyah inilah yang disampaikan Rasululah dengan ungkapan:
مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلاَّ كَانُوا مَعَكُمْ
(tidaklah kalian berjalan di satu jalanan dan tidak pula kalian melewati satu wadi kecuali mereka bersama kalian)
Akan tetapi mereka tidak bersama secara hakekat karena satu alasan yang diungkapkan beliau dengan:
حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ
(mereka ditahan oleh sakit).
Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa seorang jika telah berniat satu amalan shâlih, lalu terhalangi oleh satu halangan, maka tetap mendapatkan pahala amalan tersebut Demikian juga apabila seorang mengerjakan amalan ibadah tertentu pada saat tidak ada udzur, lalu karena sakit atau udzur tertentu ia tidak bisa melakukannya, maka tetap ia mendapatkan pahala amalan tersebut secara sempurna, karena Rasûlullâh bersabda:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
Jika seorang hamba sakit atau bepergian maka dituliskan baginya pahala seperti apa yang diamalkannya ketika sehat dan mukim (tidak bepergian)[3]
Misalnya: seseorang yang biasa sholat bersama jamaah di masjid, lalu satu ketika mendapat halangan seperti tertidur atau sakit atau yang sejenisnya maka dia tetap mendapatkan pahala sholat bersama jamaah di masjid secara sempurna tanpa ada kekurangan.
Demikian juga jika dia biasa sholat sunnah akan tetapi dia terhalang darinya dan tidak mampu melaksanakannya maka dia diberi pahalanya secara sempurna walaupun tidak mengamalkannya.
Adapun jika hal itu bukan merupakan kebiasaannya maka dia mendapat pahala niatnya saja dan tidak mendapat pahala amalannya. Dalilnya adalah hadits yang berbunyi: orang fakir dari kalangan sahabat berkata:
يَارَسُوْلَ اللهِ سَبَقَنَا أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُوْرِ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ- يَعْنِيْ إِنَّ أَهْلَ الأَموَالِ سَبَقَهُمْ بِالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ- فَقَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِشَيْىءٍ إذَا فَعَلْتُمُوْهُ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ إِلاَّ مَنْ عَمِلَ مِثْلَ مَا عَمِلْتُمْ !! فَقَالَ تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا فَفَعَلُوْا فَعَلِمَ الأَغْنِيَاءُ فَفَعَلُوْا مِثْلَ ما فَعَلُوْا فَجَاءَ الفُقَرَاءُ إِلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالُوا: يَارَسُوْلَ اللهِ سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الْأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِهِ مَنْ يَشَاءُ
Wahai Rasûlullâh ahlu dutsur mendahului kami dalam pahala dan nikmat yang kekal-yaitu mendahului mereka dalam bershodaqoh dan membebaskan budak lalu Rasulululloh bersabda: maukah kalian saya beritahu sesuatu jika kalian kerjakan maka kalian dapat menyusul orang yang telah mendahului kalian dan tidak akan menyusul kalian seorangpun kecuali orang yang beramal seperti yang kalian amalkan tersebut !! lalu beliau bersabda lagi:”bertasbih, bertakbir dan bertahmidlah setiap selesai sholat tiga puluh tiga kali”, lalu mereka mangamalkannya dan orang-orang kaya mengerti hal itu lalu mengamalkannya seperti apa yang mereka amalkan !! kemudian orang-orang fakir tersebut datang lagi ke Rasûlullâh dan berkata: wahai Rasûlullâh saudara kami orang-orang kaya telah mendengar apa yang kami amalkan dan mereka mengamalkan seperti kami, lalu nabi bersabda:”demikianlah keutamaan Allâh diberikan kepada orang yang disukainya”.[4]
Dalam hadits ini Rasûlullâh tidak mengatakan kepada mereka bahwa mereka telah mendapatkan pahala amalan mereka akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa mereka telah mendapatkan pahala niat beramal tersebut. Oleh karena itu Nabi menjelaskan tentang orang yang Allâh berikan harta lalu menginfaqkannya di jalan kebaikan dan ada seorang fakir berkata: Seandainya saya memiliki harta fulan sungguh saya akan amalkan semua amalan fulan, dalam sabdanya:
فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَهُمَا فِيْ الأَجْرِ سَوَاءٌ
Maka dia dengan niatnya dan keduanya sama-sama dalam pahala.[5]
Dalam hadits ini juga ada isyarat bahwa orang yang keluar di jalan Allâh dalam perang dan jihad maka dia mendapat pahala berjalannya, oleh karena itu Nabi bersabda:
مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلاَّ وَهُمْ مَعَكُمْ
tidaklah kalian berjalan di satu jalanan dan tidak pula kalian melewati satu wadi kecuali mereka bersama kalian
dan ditunjukkan juga oleh firman Allâh:
مَاكَانَ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ اْلأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللهِ وَلاَيَرْغَبُوا بِأَنفُسِهِمْ عَن نًّفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لاَيُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلاَنَصَبٌ وَلاَمَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَيَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلاَيَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلاً إِلاَّ كُتِبَ لَهُم بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللهَ لاَيُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ .وَلاَيُنفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلاَكَبِيرَةً وَلاَيَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلاَّ كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللهُ أَحْسَنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasûlullâh(pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allâh tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, dan mereka tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula), karena Allâh akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS.at-Taubah 9:120-121)
Demikian juga seorang jika berwudhu di rumahnya lalu menyempurnakan wudhunya kemudian pergi ke masjid tidaklah dia keluar kecuali untuk sholat maka dia tidaklah melangkah satu langkah kecuali Allâh mengangkat satu derajat dan menghilangkan satu kesalahan. Dan ini merupakan keutamaan Allâh yang menjadikan wasilah (perantara satu amalan) mendapatkan pahala seperti yang telah dijelaskan oleh Rasûlullâh.
wallahul muwaffiq.
Faedah Hadits:
1. Semangatnya para sahabat untuk berjihad dan berusaha tidak ketinggalan bila tidak memiliki udzur. Hal ini jelas tampak dalam sikap para sahabat ketika ada panggilan
2. Keutamaan niat dalam Imam an-Nawawi berkata: Dalam hadits ini ada keutamaan niat dalam kebaikan. Orang yang berniat perang atau selainnya dari ketaatan, lalu tertimpa udzur yang menghalanginya. Maka ia mendapatkan pahala niatnya. Setiap merasa menyesal atas kehilangannya dan berharap bisa bersama para pejuang yang berperang dan sejenisnya maka semakin besar pahalanya.[6]
Ibnu Hajar menyatakan: Dalam hadits ini ada petunjuk bahwa seorang dengan niatnya akan menggapai pahala pelakunya apabila terhalangi dari mengamalkannya oleh udzur.[7]
3. Niat yang baik bisa mencapai pahala amalan.
4. Luasnya keutamaan Allâh yang Maha Pemurah kepada hambaNya. Para pejuang yang tertahan karena ada udzur tetap bersama para pejuang lainnya yang berjihad. Mereka tidak berperang langsung, tidak berjalan jauh dan tidak mendapatkan kesusahan seperti yang dialami para pejuang tersebut, Walaupun demikian Rasûlullâh menyatakan mereka mendapatkan pahala para pejuang yang berperang. Hal itu disebabkan kejujuran niatnya dalam berjihad dan berperang. Mereka berharap sekali berada bersama para pejuang tersebut dengan pedang dan jiwa mereka, sehingga mendapatkan seperti pahala para pejuang tersebut. Ini diisyaratkan Allâh dalam firmanNya:
مَاكَانَ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ اْلأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللهِ وَلاَيَرْغَبُوا بِأَنفُسِهِمْ عَن نًّفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لاَيُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلاَنَصَبٌ وَلاَمَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَيَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلاَيَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلاً إِلاَّ كُتِبَ لَهُم بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللهَ لاَيُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ .وَلاَيُنفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلاَكَبِيرَةً وَلاَيَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلاَّ كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللهُ أَحْسَنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasûlullâh (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allâh tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan mereka tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula), karena Allâh akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. At-Taubah/9:120-121)
5. Seyogyanya para da’i memanfaatkan kesempatan dalam berdakwah, sebab Nabi mendakwahi para sahabatnya dan memberikan motifasi perbaikan niat ketika pulang dari perang tabuk ke kota Madinah.
6. Agama islam adalah agama yang mudah dan tidak memberatkan, karena mengizinkan orang yang tidak bisa berjihad karena ada udzur.
7. Orang yang niatnya benar dari orang-orang yang memiliki udzur bisa mencapai pahala para Mujahidin.
Wabillahittaufiq.
[1](lihatbiografibeliau di al-Isti’âb 1/205, TadzkiratluHufâzh 1/44 dan al-Ishâbah 1/112).
[2](lihat al-Mufradât karya al-Ashfahani hlm 862)
[3]dikeluarkanoleh al-Bukhori No. 2996 kitab al-Jihad wa as-Siyar.
[4]Dikeluarkan oleh al-Bukhori No. 843 kitab al-Adab dan Muslim lafadznya lafadz beliau No.595 kitab al-Masaajid.
[5]Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi No.2325 kitab az-Zuhud dan IbnuMajah No.4228 kitab az-Zuhud, dan at-Tirmidzi berkata: hasan shohih.
[6]SyarahShahih Muslim hlm15/37
[7]Fathu al-Bâri 6/47
Beri Komentar