Info Pondok
Monday, 10 Nov 2025
  • Pondok pesantren ibnu abbas sragen yang beralamatkan di Beku Kliwonan Masaran Sragen Jawa Tengah

Dengerin Musik, Dosa?

Diterbitkan :

Siapa sih yang nggak suka musik? Di mana-mana kita ketemu musik: di TikTok, Instagram, saat nongkrong, bahkan pas belajar pun banyak yang ditemenin lagu biar fokus. Musik seolah sudah jadi bagian dari hidup anak muda zaman sekarang. Tapi, sebagai seorang Muslim, pernah nggak kepikiran: sebenarnya dengerin musik itu dosa atau nggak sih? Ada yang bilang haram, ada yang santai bilang boleh aja, asal nggak berlebihan. Jadi, mana yang bener? Artikel ini bakal ngebahas pandangan Islam tentang musik dengan ringan tapi tetap berdasarkan ilmu. Supaya kita nggak cuma ikut arus, tapi juga paham mana yang terbaik buat hati dan iman kita.

Pembahasan Musik dan Nyanyian dalam Al-Qur’an dan Sunnah 

Sebagai seorang Muslim, standar benar dan salah itu bukan dari tren, bukan dari apa kata teman, tapi dari Al-Qur’an dan Sunnah. Allah sudah kasih pedoman yang sempurna. Nabi ﷺ juga udah kasih contoh hidup yang paling lurus. Jadi kalau kita bingung soal hukum sesuatu, termasuk musik, cara paling aman yaitu balik ke dalil.

Allah berfirman:

 فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

 “Jika kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul.”(QS. An-Nisa: 59)

Dan Nabi ﷺ bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي

 “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian tidak akan tersesat: Kitab Allah dan Sunnahku.”

Jadi pembahasan musik ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal gimana posisinya dalam syariat.

  1. Dalil Al-Qur’an

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ

 “Ada manusia yang membeli perkataan yang sia-sia untuk menyesatkan dari jalan Allah…” (QS. Luqman: 6)

Menurut Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas, lahwal-hadits ini termasuk nyanyian yang bikin hati lalai dari zikir.

  1. Dalil Sunnah

 لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ وَالحَرِيرَ وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ

“Akan ada umatku yang menghalalkan zina, sutra (bagi laki-laki), khamr, dan alat-alat musik.”

(HR. Bukhari)

Di hadits ini, alat musik disejajarkan sama hal yang udah jelas haram. Itu sebabnya banyak ulama bilang musik hukumnya juga haram.

Pendapat Ulama Terkait Nyanyian dan Musik 

Sebagian ulama Hanafiyah dan sebagian ulama Hanabilah berpendapat bahwa haram hukumnya bernyanyi dan mendengarkannya meskipun tanpa alat musik yang melalaikan, berdasarkan riwayat dari Ibnu Mas‘ud bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Nyanyian itu menumbuhkan sifat munafik di dalam hati.”

Dan sebagian ulama Hanafiyah, Hanabilah, serta Malikiyah lainnya berpendapat bahwa bernyanyi tanpa alat musik hukumnya boleh tanpa makruh. Tampaknya pendapat sebagian ulama ini adalah pendapat yang lebih kuat (rajih).

Sementara itu, para ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa bernyanyi dan mendengarkannya tanpa alat musik hukumnya makruh, bukan haram, berdasarkan riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ia berkata:

“Pada saat Id, aku memiliki dua gadis kecil yang sedang menyanyi. Lalu Abu Bakar masuk dan berkata: ‘Apakah ini seruling setan di rumah Rasulullah ﷺ?’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Biarkan mereka, karena ini adalah hari raya’.”

(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari)

Umar bin Khattab pernah berkata: Nyanyian itu bekal bagi orang yang sedang dalam perjalanan.”Kesimpulannya: Imam Al-Ghazali dalam sebagian karya tulisnya menukil adanya kesepakatan ulama mengenai bolehnya nyanyian tanpa alat musik.

Adapun alat-alat musik, maka menurut pendapat yang masyhur dari empat mazhab (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah), haram hukumnya menggunakan alat musik yang menimbulkan kemerduan dan kenikmatan pendengaran, seperti rebab, ‘ud (kecapi), thunbur, alat pemetik dawai lainnya, gendang, seruling, dan seluruh jenis alat musik berdawai serta alat tiup seperti seruling dan sejenisnya. (Fiqh Islami wa adillatuhu, Wahbah Zuhaili, 2664/4)

Alat-alat musik (ma‘āzif) dan instrumen musikal hukumnya haram. Banyak ulama yang menukil adanya ijma‘ (kesepakatan ulama) tentang keharaman mendengarkan alat-alat musik, kecuali duf (rebana). Di antara ulama yang menyebutkan hal ini adalah Imam Al-Qurthubi, Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari, Ibnus Shalah, Ibn Rajab Al-Hanbali, Ibnul Qayyim, dan Ibn Hajar Al-Haitami.

Imam Al-Qurthubi berkata:

“Adapun seruling, alat petik berdawai, dan genderang, maka tidak ada perbedaan pendapat tentang haramnya mendengarkan suara-suara tersebut. Aku tidak pernah mendengar seorang pun dari kalangan salaf maupun ulama khalaf yang perkataannya dapat dijadikan pegangan membolehkan hal itu. Bagaimana mungkin tidak haram, padahal musik adalah ciri khas para peminum khamr, pelaku kefasikan, dan pendorong syahwat serta kemaksiatan. Sesuatu yang seperti itu, tidak ada keraguan dalam keharamannya, serta pelakunya dianggap fasik dan berdosa.”

Perkataan ini dinukil oleh Ibn Hajar Al-Haitami dalam kitab Az-Zawājir ‘an Iqtirāf Al-Kabā’ir pada pembahasan dosa besar ke-646 sampai ke-651, yaitu: “Memainkan alat berdawai dan mendengarkannya, meniup seruling dan mendengarkannya, serta memukul genderang dan mendengarkannya.”

Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah juga menguatkan hal ini. Di antaranya adalah hadits dari Abu Malik Al-Asy‘ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Layiakunanna min ummati aqwamun yastahilluna al-khamra wal-hira wal-harira wal-ma‘azifa.”

(Sungguh akan ada di antara umatku orang-orang yang menghalalkan khamr, zina, sutra (untuk laki-laki), dan alat-alat musik.)

(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara ta‘liq dengan lafaz yang tegas, dan hadits ini shahih.)

Kata ma‘āzif dalam hadits tersebut bersifat umum, mencakup seluruh jenis alat hiburan musik, sehingga semuanya diharamkan, kecuali yang ada dalil pengecualian seperti duf (rebana), yang hukumnya boleh.

Sabda Nabi ﷺ: “yastahillūna” (“mereka akan menghalalkan”) merupakan dalil paling kuat tentang keharaman alat musik, karena kalau musik memang halal, tentu tidak mungkin Nabi ﷺ mengatakan mereka “menghalalkan”-nya. (Hukmul Ghina’ Wal Ma’zhif  Wa Aalati al-Malahy wa al-Muats-tsirat As-Shautiyah, Abu Faishal Al Badraaniy, Hlmn. 1 )

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Beri Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

penulis
Ust. Slamet Nur Raharjo, S.Pdi., Gr., M.Pd.

Tulisan Lainnya

Oleh : Ust. Slamet Nur Raharjo, S.Pdi., Gr., M.Pd.

Agar Sholat Lebih Khusyuk

Oleh : Ust. Muslim Atsari

Alloh Melihat Hati Mu dan Perbuatan Mu

Oleh : Ust. Kholid Syamhudi, Lc., M.Pd.

Beruntunglah Orang yang Dijauhkan dari Fitnah!

Oleh : Ust. Kholid Syamhudi, Lc., M.Pd.

Ibadah Orang Buta