Info Pondok
Saturday, 07 Dec 2024
  • Pondok pesantren ibnu abbas sragen yang beralamatkan di Beku Kliwonan Masaran Sragen Jawa Tengah

Jual Beli Yang Terlarang – Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

Diterbitkan : - Kategori : Fiqih / Ustadz Kholid Syamhudi

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ، وَهُوَ بِمَكَّةَ «إنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ، وَالْمَيْتَةِ، وَالْخِنْزِيرِ، وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْت شُحُومَ الْمَيْتَةِ، فَإِنَّهَا تُطْلَى بِهَا السُّفُنُ، وَتُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ: لَا، هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ، إنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Jâbir Ibnu Abdullâh bahwa ia mendengar Rasûlullâh bersabda di Mekkah pada tahun penaklukan kota itu: “Sesungguhnya Allâh melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala.” Ada orang bertanya: Wahai Rasûlullâh, bagaimana pendapat Engkau tentang lemak bangkai karena ia digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?. Beliau bersabda: “Tidak, ia haram.” Kemudian setelah itu Rasûlullâh bersabda: “semoga Allâh memerangi orang-orang Yahudi, karena ketika Allâh mengharamkan atas mereka (jual-beli) lemak bangkai mereka memprosesnya dan menjualnya, lalu mereka memakan hasilnya.”

Takhrij Hadits.

Hadits ini Dikeluarkan oleh al-Bukhâri dalam Kitabul Buyû’ no. 2236 dan dalam Kitabut Tafsîr 4633, Muslim dalam Kitabul Buyû’ 1581 dan Kitabul Musâqoh 2960, an-Nasâ’i dalam sunannya no. 4258 dan 4672, Abu Dawud dalam sunannya, kitabul Buyû’ no. 3486, at-Tirmidzi dalam sunannya, Kitabul Buyû’ 1297, ad-Darâquthny dalam sunannya, kitabut Tijârot 2167 dan Ahmad dalam al-Musnad no.14086.

Hadits ini diriwayatkan dari jalan al-Laits bin Sa’ad dari Yazîd bin Abu Habîb dari ‘Atha’ bin AbiRabbâh dari Jâbir bin Abdillâh secara marfu.

Biografi Sahabat Perawi Hadits.

Nama beliau adalah Jâbir bin Abdullâh bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab al-Khadraji dilahirkan 16 tahun sebelum hijrah. Ibunya bernama Nasibah binti Uqbah bin Uddi.

Sahabat ini dikenal dengan julukan Abu Abdillâh Al-Anshâri, ahli fiqih dan mufti Madinah pada saat itu. Beliau memiliki kunyah Abu Abdillâh dan ada yang mengatakan Abu Abdirrâhman dan ada yang mengatakan Abu Muhammad. Beliau adalah sahabat yang akhir wafat di Madinah disamping itu beliau juga banyak meriwayatkan hadits dari Rasulûllâh dan para sahabatnya, diantaranya : Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Ubaidah, Thalhah, Khâlid bin Walîd, Abu Hurairah, Abi Sa’id dan ummu Syarîk. Sementara perawi yang meriwayatkan hadist dari beliau sangat banyak, diantaranya putra-putra beliau, Abdurrâhman dan Muhammad. Juga Sa’id bin al-Musayyab, Mahmûd bin Lubaid, Abu Zubair, Amru bin Dinar, Abu Ja’far Al-Bakir, Muhammad bin Al-Munkadir, Wahab Bin Kisan, Sa’id bin Mina’, Hasan al-Bashri, Sa’id bin Abi Hilal, Sulaiman bin Atiq, Ashim bin Amr, Sya;bi, Urwah bin Zubair, dan Atho’ bin AbiRobah.

Jâbir bin Abdullâh meriwayatkan 1.540 hadist, Ayahnya bernama Abdullâh bin Haram Al-Anshari as-Sulami. Ia bersama ayahnya dan seorang pamannya mengikuti Bai’at al-‘Aqabah kedua di antara 70 sahabat Anshâr yang berikrar akan membantu menguatkan dan menyiarkan agama Islam, Jabir juga mendapat kesempatan ikut dalam peperangan yang dilakukan oleh Nabi, kecuali perang Badar dan Perang Uhud, karena dilarang oleh ayahnya. Setelah Ayahnya terbunuh, aku selalu ikut berperang bersama Rasûlullâh n .

Beliau wafat di Madinah pada tahun 74 H. Abbâs bin Utsman penguasa madinah pada waktu itu ikut mensholatkannya.

Kosa Kata Hadits.

عام الفتح (‘aamulfathi) yaitu Fathul Makkah yang terjadi di bulan Romadhon tahun delapan hijriah. Disini ada penanggalan waktu pelarangan dan ada kemungkinan pengharamannya sudah ada terdahulu dan disampaikan pengulangannya agar didengar oleh orang yang sebelumnya belum mendengarnya.
إنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَini adalah riwayat dalam Shahihain dengan kata ganti tunggal (حَرَّمَ) dan secara aturan umum harusnya (حَرَّمَا) Dalam sebagian riwayat hanya : (إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ) dan dalam riwayat Ibnu Mardawaih dalam Tafsirnya dari jalan al-Laits : (إنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَا).
Yang rojihinnya Allâh bolehnya menggunakan kata kerja dengan kata ganti tunggal seperti dalam riwayat ini, sebagai isyarat bahwa perintah Nabi dan hukumnya muncul dan ikut perintah dan hukum Allâh k , sebagaimana firmannya:

قُلْ اِنِّيْ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَكَذَّبْتُمْ بِهٖۗ مَا عِنْدِيْ مَا تَسْتَعْجِلُوْنَ بِهٖۗ اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗيَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِيْنَ – ٥٧

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allâh. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. (QS. al-An’am/6:57).

Yang sejenis dalam menggunakan kata ganti tunggal seperti ini adalah hadits Anas bin Mâlik tentang keledai:

إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ الحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ، فَإِنَّهَا رِجْسٌ

Sesungguhnya Allâh dan Rasulnya melarang kalian dari daging keledai karena itu najis. (HR al-Bukhari) dan dalam riwayat an-Nasaa’i berbunyi:

إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَاكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ؛ فَإِنَّهَا رِجْسٌ

Sesungguhnya Allâh dan Rasulnya melarang kalian dari daging keledai karena itu najis.( HR an-Nasaa’i no. 69). Di dalam hadits ini ada penggunaan fi’il mudhari’ dengan kata ganti tunggal untuk kata Allâh dan RasulNya.

Atau bisa jadi masuk dalam al-Hadzfi wal–Iktifa’ (dihapus karena sudah jelas dan cukup), seperti firman Allâh:

يَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ لَكُمْ لِيُرْضُوْكُمْ وَاللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَحَقُّ اَنْ يُّرْضُوْهُ اِنْ كَانُوْا مُؤْمِنِيْنَ – ٦٢

padahal Allâh dan Rasul-Nya yang labih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mu’min. (QS. at-Taubah/9:62)

الْخَمْرِminuman keras. Khamr berasal dari bahasa Arab tersusun dari kata al-Kha’, Mim dan Ra’ yang menunjukkan penutup dan campur baur dalam ketertutupan. Khamr berasal dari kata (خمر) artinya apabila bersembunyi. Dari pengertian ini muncullah kata kerudung wanita (خمار المرأة) . semua yang menutupi sesuatu yang lain maka dikatakan (خمره).
Khamr memiliki nama sebutan yang banyak dalam bahasa Arab seperti disebutkan Ibnu Sayyidih dalam kitab al-Mukhashshash lebih dari dua puluh nama dan yang terkenal adalah: ash-Shahbaa` (الصهباء), asy-Syumuul (الشمول), al-Khandariis (الخندريس), ar-Raah (الراح), ar-Rahiiq (الرحيق) dan lain-lainnya. Para ulama Pakar Bahasa Arab bersepakat bahwa Khamr dipakai untuk minuman dari air anggur yang matang sekali. Mereka berbeda dengan yang lainnya.[1] Banyak ulama yang berpendapat semua yang menutupi akal dari minuman yang memabukkan dinamakan khamr baik diambil dari buah kurma dan anggur atau dari selainnya, baik tidak dimasak ataupun dimasak; karena dinamakan khomer karena memabukkan akal dan menutupinya. Ini adalah pendapat imam pakar bahasa Arab seperti al-Jauhari , Abu Nashr al-Qusyairit dan ad-Dinawarit serta penulis al-Qamus al-Muhith.

Khamr menurut istilah syari’at (terminologi), menurut pendapat mayoritas ulama Khamr adalah segala sesuatu yang bisa memabukan sedikitnya atau banyaknya, baik berasal dari anggur atau gandum atau selainnya, sehingga istilah khamr berlaku pada semua yang memabukkan[2]. Dengan demikian semua yang memabukkan adalah khamr tanpa membedakan apakah dari bentuknya nampak bahwa ia memabukan atau bentuknya tidak menunjukan demikian, dan tanpa memandang dari dzat apakah dibuat khamr tersebut, sama saja apakah terbuat dari anggur atau gandum atau nira atau yang lainnya, tanpa memandang apakah berbentuk cairan ataukah berupa dzat padat, dan tanpa memandang apakah cara penggunaannya dengan diminum ataukah dengan dimakan atau dengan dihirup, dimasukkan melewati suntikan atau dengan cara apapun, inilah yang ditunjukan oleh hadits-hadits Nabi dan atsar para sahabat

الْمَيْتَةِyaitu Bangkai. Bangkai dalam bahasa Arab disebut Al-Mayyitah. Al-Mayyitah dalam pengertian bahasa Arab adalah sesuatu yang mati tanpa disembelih.[3] Sedangkan dalam pengertian para ulama syari’at, Al-Mayyitah (bangkai) adalah hewan yang mati tanpa sembelihan syar’i, dengan cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia dan terkadang dengan sebab perbuatan manusia apabila dilakukan tidak sesuai sembelihan yang diperbolehkan. [4]
Dengan demikian definisi bangkai mencakup:

Yang mati tanpa disembelih, seperti kambing yang mati sendiri.
Yang disembelih dengan sembelihan tidak syar’i, seperti kambing yang disembelih orang musyrik.
Yang tidak menjadi halal dengan disembelih, seperti babi disembelih seorang muslim sesuai syarat penyembelihan syar’i. [5]
Para ulama memasukkan kedalam kategori bangkai semua anggota tubuh yang dipotong dari hewan yang masih hidup dengan dasar sabda Rasûlullâh shallallahu ‘alaihiwasallam:

مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَمَا قُطِعَ مِنْهَا فَهُوَ مَيْتَةٌ

“Semua yang dipotong dari hewan dalam keadaan masih hidup adalah bangkai.” (HR Abu Daud no. 2858dan Ibnu Mâjah no. 3216 dan dishahihkan Al Albâni dalam shahih sunan Abu Daud).

Dengan demikian hukumnya sama dengan hukum-hukum bangkai.

الْخِنْزِيرِyaitu hewan Babi. Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermancung panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Kadang juga dikenali dalam bahasa Arab sebagai khinzir . Babi adalah hewan omnivora, yang berarti mereka mengkonsumsi baik daging maupun tumbuh-tumbuhan.
Babi adalah binatang yang paling jorok dan kotor, Suka memakan bangkai dan kotorannya sendiri & kotoran manusia pun dimakannya. Sangat suka berada pada tempat yang kotor, tidak suka berada di tempat yang bersih dan kering. Babi hewan pemalas dan tidak suka bekerja (mencari pakan), tidak tahan terhadap sinar matahari, tidak gesit, tapi makannya rakus (lebih suka makan dan tidur), bahkan paling rakus di antara hewan jinak lainnya. Jika tambah umur, jadi makin malas dan lemah (tidak berhasrat menerkam dan membela diri). Suka dengan sejenis dan tidak pencemburu. [6]

الْأَصْنَامِyaitu Semua yang dipahat dalam bentuk manusia atau bentuk lainnya atau dikenal dalam bahasa Indonesia dengan patung. Para ulama ada yang membedakan antara patung (al-Ashnâm) dengan al-Watsan (berhala). al-Watsan adalah semua yang disembah dari selain Allâh berupa kuburan atau yang lainnya. Sehingga al-Ashnâm memiliki bentuk dan gambar dan al-Watsan hanya benda tanpa bentuk gambar. sedangkan al-Juharyt menyatakan al-Ashnaam itu adalah al-Watsan. Abul Abbâs al-Qurthuby menyatakan: Patung (ashnam) disini adalah bentuk benda yang dijadikan tempat ibadah dan tidak ada perbedaan dalam larangan memilikinya dan kewajiban menghancurkannya dan merubahnya[7].
أَرَأَيْت شُحُومَ الْمَيْتَةِ artinya, beritahukanlah kepadaku apakah dihalalkan jual belinya karena adanya manfaat yang bisa digunakan atau bolehkan dimanfaatkan lemak bangkai tersebut?
فَإِنَّهَا تُطْلَى بِهَا السُّفُنُyaitu Dapat digunakan untuk menambal perahu agar tidak bocor. maksudnya perahu di cat dengan minyak lemak tersebut untuk menahan air masuk ke dalam perahu. Seakan-akan penanya minta kepada Nabi pengkhususan lemak dari bagian bangkai yang terlarang agar dibolehkan, karena bermanfaat.
السُّفنsufun adalah jama’ dari safiinah yaitu perahu yang dibuat berlayar di laut.
وَتُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُyaitu digunakan untuk meminyaki kulit setelah di samak setelah lemak tersebut dicairkan agar menjadikan kulit tersebut lemas.
وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ Menjadi bahan bakar yang digunakan orang untuk lampu.
لا، yaitu, Tidak, Ia itu haram. Disini Nabi menggunakan huruf laam Nahi, setelahnya fi’il yang dihilangkan dan dibaca jazm yaitu jangan menjual-belikannya atau jangan manfaatkannya.
هو حرام ini adalah kalimat yang menjelaskan hukumnya. artinya tidak boleh karena hal itu terlarang. Kata ganti ini kembali kepada jual beli sehingga maknanya jangan menjualnya area dilarang jual belinya. inilah tafsir imam asy-Syafi’i dan Ibnul Qayyim menisbatkannya kepada Ibnu Taimiyah[8], karena penanya bertanya tentang jual belinya sebagaimana al-Haafizh Ibnu Hajar menyampaikan sebuah riwayat Ahmad dengan redaksi:
فَمَا تَرَى فِي بَيْعِ شُحُومِ الْمَيْتَةِ

Bagaimana pendapat Engkau dalam menjual lemak bangkai? (FathulBaari 4/425).

Namun setelah merujuk kepada al-Musnad dengan sanad yang Ibnu Hajar sampaikan di FathulBaari ini, penulis belum mendapatkan ada tambahan kata jual beli (بَيْعِ).

Juga diantara alasan yang menguatkan pendapat ini bahwa pernyatan ini dibawakan dalam menjelaskan hukum jual beli, karena Nabi ketika menjelaskan pengharaman jual beli bangkai, maka mereka minta keringanan kepada Nabi dalam menjual lemak bangkainya karena manfaat-manfaat ini dan juga karena sabda beliau di akhir hadits ini:

جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ

pendapat kedua dalam masalah ini memandang kata gantinya kembali kepada pemanfaatan dan perbuatan yang ditanyakan tersebut dan menjawab: (هو حرام ) dan tidak mengtakan: (هِيَ) , sebabnya beliau menginginkan semua yang disebutkan tersebut. Demikian juga hal ini dikuatkan dengan kaedah kembalinya kata ganti kepada yang terdekat penjelasannya dan dari sisi kebolehan pemanfaatan hal-hal ini adalah sarana yang membuat orang mengambil dan menjual lemak bangkai tersebut. Tampaknya pendapat pertama lebih dekat kepada konteks hadits. Wallahua’lam.

قاتل الله اليهود pengertiannya adalah membinasakannya sebab yang Allâh perangi maka akan binasa. Ini adalah doa kebinasaan atas mereka. Ada yang menyatakan pengertiannya adalah Allâh melaknat dan menjauhkan mereka dari rahmat Nya. Hal ini disampaikan para ahli tafsir ketika menafsirkan firman Allâh:

وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرُ ِۨابْنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِاَفْوَاهِهِمْۚ يُضَاهِـُٔوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَبْلُ ۗقَاتَلَهُمُ اللّٰهُ ۚ اَنّٰى يُؤْفَكُوْنَ – ٣٠

Dila’natiAllah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling. (QS. at-Taubah/9:30)

Juga ada dalam hadits Ibnu Abbas, beliau berkata:

بَلَغَ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ أَنَّ فُلاَنًا بَاعَ خَمْرًا، فَقَالَ: قَاتَلَ اللَّهُ فُلاَنًا، أَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «قَاتَلَ اللَّهُ اليَهُودَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُومُ، فَجَمَلُوهَا فَبَاعُوهَا

Telah sampai kepada Umar bin al-Khathab bahwa Fulan menjual Khamr, lalu beliau berkata: Semoga Allâh melaknat si Fulan, apakah ia tidak mengetahui bahwa Rasuullah bersabda: Semoga Allâh melaknat Yahudi, diharamkam atas mereka lemak lalu mereka lelehkan lalu mereka menjualnya (HR al-Bukhari no. 2223 dan Muslim no. 1582).

جَمَلُوهُartinya melelehkannya hingga cair, sehingga hilang darinya nama lemak sebagai bentuk rekayasa dalam hal yang diharamkan. Sebenarnya mereka dilarang memanfaatkan lemak lalu mereka jual dan ambil hasil penjualannya. Dengan alasan karena lemak yang sudah dicairkan tidak dinamakan lemak lagi dalam tradisi Arab dan bangsa Arab menamakan lemak yang sudah mencari dengan al-Wadak. Kata ganti pada sabda beliau (جَمَلُوهُ) kembali kepada lemak.[9]

Penjelasan Pengertian Hadits

Hadits yang mulia ini menjelaskan larangan menjual khamar, bangkai, babi dan patung dengan menibatkannya kepada Allâh dan RasulNya. seperti dalam riwayat Shohihain (al-Bukhori dan Muslim) dengan tambahan lafadz “Sesungguhnya Alloh dan Rasul-Nya melarang” dengan dlomir Mufrod, dalam jalur lain dengan lafadz “Sesungguhnya Alloh melarang”, dalam riwayat selain al-Bukhori dan Muslim dengan lafadz “Sesungguhnya Allâh dan Rasul-Nya, Keduanya melarang”. Wallahua’lam

Kemudian ada yang bertanya kepada Rasûlullâh tentang lemak bangkai yang memilki banyak manfaat diantaranya disebutkan tiga manfaat:

Digunakan untuk melapisi kayu perahu dengan di poleskan di sela-selanya sehingga bisa menahan rembesan air dari luar perahu.
Digunakan untuk meminyaki kulit yang telah disamak sehingga membuat kulit tersebut lembut dan tidak kaku dan keras.
Digunakan sebagai bahan bakar lampu yang bisa berguna untuk penerangan.
apakah boleh di perjualbelikan atau dimanfaatkan untuk hal-hal tersebut?

kemudian beliau menjawab, Tidak boleh karena itu dilarang.

Setelah menjelaskan hukum tersebut, beliau melanjutkan dengan menjelaskan sikap dan prilaku orang Yahudi yang merekayasa lemak tersebut dengan di lelehkan menjadi cair agar tidak dinamakan lemak lagi. Kemudian setelah di di jual dan diambil hasil penjualannya. Sikap seperti ini sangat tercela sehingga beliau mendoakan dengan doa’ semoga Allâh membinasakan orang Yahudi yang telah melakukan hal tersebut.

Upaya merekayasa sesuatu yang terlarang tersebut tidak merubah hukumnya, bahkan pelakunya mendapatkan laknat dari Allâh dan RasulNya.

Faedah Hadits

Diantara faedah yang dapat diambil dari hadits ini adalah:

Syariat islam datang dengan membawa segala yang bermanfaat bagi manusia dan melarang dari segala sesuatu yang membahayakan baik Agama, badan, akal, kehormatan dan harta. Allâh berfirman:


ﱡوَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ –١٩٥

dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Baqoroh 195). Empat barang yang diharamkan dalam hadits ini termasuk yang membahayakan manusia dalam agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta.

Larangan Khamr berlaku pada membuatnya, menjual dan meminumnya serta mengambil hasil penjualannya, karena ada banyak kerusakan dan kerugian yang merusak akal dan yang lainnya.
Jika khomer dilarang diperjual belikan karena dilarang memanfaatkannya. Apabila khamr saja dilarang, maka jika ada sesuatu yang lebih bahaya darinya tentu jelas lebih haram. Karena bahaya yang ditimbulkan lebih besar.
Larangan menjual dan memanfaatkan Bangkai mencakup daging, lemak dan darahnya.
Larangan menjual babi dan seluruh bagian tubuhnya, karena hewan berbahaya bagi kesehatan manusia dan najis yang terlarang dengan Nash dari Allâh dalam firmannya:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya Allâh k hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya AllâhMaha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al Baqarah/2: 173).

larangan jual beli patung karena merusak agama dan mendorong berbuat syirik dan fitnah.
larangan rekayasa untuk menghalalkan yang haram.
Allâh mengharamkan memakan sesuatu maka dilarang juga menjualnya, Nabi bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ

Sesunguhnya Allâh apabila telah mengharamkan sesuatu atas satu kaum, maka mengharamkan juga hasil jual belinya. (HR Abu Dawud no. 2359 dan dishahihkanal-Albâni dalam Shahih Abu Dawud).

Wabillahittaufiq

[1](lihat Majalah al-Buhutsal-Islamiyah edisi 9 tahun 1404 H (9/238)).

[2](lihat Ma’alimas-Sunan 4/263dan Majmu’ al-Fatawa 34/186)

[3](Lihat, Al Qamus Al Muhieth, Al Fairuzzabadi, tahqiq Muhammad Na’im AL ‘Urqususi, cetakan kelima tahun 1416H, Muassasah Al Risalah, Bairut. hal 206.)

[4](Al Ath’imahWaAhkâm Al Shaid Wal Dzabâ’ih, DR. Sholeh bin Abdillah Al Fauzan, cetakan kedua tahun 1419H, Maktabah Al Ma’arif, Riyadh, hal. 195)

[5](Diambil dari catatan penulis dari keterangan SyeikhunaAbdulqayyum bin Muhammad Al Syahibani dalam pelajaran Hadits di Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah tanggal 13 JumadalUla 1418H.)

[6]( lihat Buku : Adaptivephysiology on mammalsandbirds oleh A.V. Nalbandov dan N.V. Nalbandov).

[7](lihat al-Mufhim 4/464)

[8](Lihat Zâdal-Ma’ad 5/749)

[9](lihat Minhatul ‘AlaamSyarhBulughulMaraam 6/14, taudlihulAhkam min BulughilMaram 4/225 dan alMausu’ahalFiqhiyyahalQuwaithiyyah 20/32)

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Beri Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.